Daftar Isi [Tampil]
Tanyakan pada diri sobat sendiri, apa ukuran seorang santri
dikatakan berhasil meraih barokah dan manfaat dalam ilmu yang didapatnya dari
pesantren? Kalaupun tidak persis, mungkin saja tidak akan jauh dari jawaban abc
yang tersedia berikut ini. Karena ini sudah melalui survey oleh tukul bukan
arwana. Apa saja itu. Mumpung masih anget-angetnya habis ujian, maka tidak
apalah kita rasakan memilih jawaban ABC.
A. Santri yang ilmunya barokah dan manfaat itu yang kalau
pulang nanti bisa punya santri banyak. Semakin banyak santri yang mondok di
pesantrennya, berarti semakin besar pula barokah yang telah ia capai.
Alasannya, ya semakin banyak orang yang mengambil air di suatu sumur, berarti
kan isi sumur itu emang banyak (Jos), berarti juga semakin besar barokah
manfaatnya (Sip). Kasarane, pulang mondok jadi Kyai atau Bu Nyai. Atau minimal
dinikah kalian Gus atau Kyai.. hehehe...
B. Ada juga yang menjawab bahwa santri yang ilmunya barokah
dan manfaat itu adalah yang bisa mengembangkan ilmunya dan menularkan pada
keluarga dan masyarakat sekitarnya. Jawaban ini sebenarnya juga hanya alih
bahasa dari jawaban A. Jadi kalau dalam pilihan, bisa ditambah huruf pilihan D,
dengan ungkapan “A dan B benar/salah”.
C. Santri yang barokah manfaat ilmunya itu adalah yang
sepulang dari pesantrennya hidup adem ayem, rejeki lancar, bojo ayu tanpo
kumisan...eh make up-an. Moro tuo sugeh tur lomanan. Kalau mbak-mbak, ya bojo
ganteng gagah putih brewokan. Moro tuo sugeh plus awehan.
Saya teringat kisah yang dulu pernah diceritakan ustadz
saya. Ada seorang sowan ke seorang Kyai, gurunya, mengeluhkan bahwa santri di
pesantrennya kian menyusut jumlahnya. Pertama sang Kyai menasehatinya agar telaten
dan sabar. Ternyata kian hari santri ingon-ingonane si Kyai tadi makin habis.
Sehingga sowanlah dia kepada sang Guru. Meminta doa, wirid dan sejenisnya agar
santrinya bisa seperti semula. Kan terancam jadi mantan kyai nih... Ternyata
Sang guru malah murka kepadanya. Dengan ketus sang Kyai berkata, “Apakah dengan
semakin banyak santrimu berarti sampean semakin dekat dengan Gusti Allah??” Si
Kyai akhirnya undur dengan tertunduk. Menyadari nafsu tersembunyi di sudut
jiwanya.
Kembali kepada pilihan jawaban tadi, mungkin sampean, karena
banyak yang sudah pandai bicara, akan menjawab berbelit. Tapi saya rasa tak
akan jauh dari inti di pilgan yang ada. Pokok’e beda rupa tapi sama rasa.
Tetapi tolong dijawab juga, kalau anda memilih jawaban A,
apakah berarti santri yang pulang-pulang tak jadi Kyai, Ustadz, guru TPQ, itu
tidak/kurang barokah ilmunya? Kalau iya, saya jadi ingat bahwa orang sekolah
sampai menyandang gelar berenteng-renteng di luaran sana itu, punya ukuran
kesuksesan yaitu kalau lulus sekolah lalu punya kerjaan, perusahaan atau jadi
pejabat. Lalu apa bedanya lulusan pesantren yang punya ukuran kesuksesan dengan
harus jadi Kyai/Bu Nyai, dengan lulusan luaran sana? Intinya kan punya jabatan.
Punya Jah.... iyo pora? Ngaku wae... pengen dadi Kyai to? Heleh-heleh...
Terus kalau ukuran sukses barokah manfaat itu adalah adem
ayem, rejeki lancar, bojo ayu/ganteng, wah... bukankah itu ukuran dunia juga?
Lagi-lagi apa bedanya pondok dengan sekolahan tadi? Kadang kita lihat alumni
pesantren yang hidupnya melarat, lantas kita bilang, itu gak dapat barokahnya
ilmu dari mondok. Aduh kejamnya...
Lantas apa sebenarnya jawaban untuk pertanyaan di atas??
Saya juga lagi bingung, Sobat. Ya sudah lah... Karena sudah bingung sebaiknya
kita sudahi saja. Intinya, saat kita merasa sudah berhasil saat itulah
sebenarnya kita gagal. Saat kita sudah merasa beroleh barokah lantas menganggap
orang lain yang tak seperti kita tidak beroleh barokah, saat itulah kita
sebenarnya kehilangan barokah. Karena barokah adalah bertambahnya kebaikan,
maka apapun bentuknya asalkan merupakan kebaikan, ya itulah barokah. Bingung?
Sama.... wassalam..
#Nasrudinmaimun@yahoo.com#