Daftar Isi [Tampil]
Aku
menatap benda itu sinis. Entah kenapa aku sangat membencinya.. Dari bau
badannya saja bisa aku tebak bahwa benda itu sangat tidak sedap di pandang
apalagi untuk makanan setiap saat. Dan entah sampai kapan aku akan terus membencinya.
Nafas yang di keluarkannya bagiku begitu menusuk hidung. Kotorannya yang tercecer
di sembarang tempat membuatku stres karena aku di jadikannya budak untuk
membersihkan kotoran itu. Di pojok kamar, di kolong meja, di kolong bangku, di
mana-mana, bahkan tidak peduli gelas antik tak segan di jadikannya WC. Nafas
yang di hasilkannya menimbulkan gumpalan-gumpalan yang melenggang dengan
sombongnya ke udara.
Di
sudut ruangan, di kolong meja, di pojok dapur, di ruangan penuh bukupun tak
luput di jadikannya sebagai tempat berkembang biak dengan subur. Padahal di
dinding, mading, di sudut ruangan, tertempel larangan untuk mengembangkannya.
Di terminal, di stasiun, di gerbong kereta, di dalam bis ekonomi, sialan benar
benda itu. Ia selalu ada di mana-mana.
Aku
tatap ruanganku, markasku yang menjadi WC umum. Orang-orang bergerombol dan
bercakap tentang banyak hal. Cerita tentang sawahnya, tentang kebun, tentang
anak, keluarga dan sebagainya. Tapi yang jelas mereka selalu, selalu dan selalu
meninggalkan kotoran yang bau dan menyesakkan paru-paruku. Nafas-nafas mereka
bergumpal-gumpal dengan pongah dan penuh kepongahan. Nafas itu melayang
memenuhi ruangan dan meninggalkan bau yang melekat di baju, celana, serban,
bahkan bulu badan mereka sendiri. Aku yakin bulu di bagian yang paling pribadi merekapun
telah menyimpan bau busuk benda itu. Melekat dan berkarat.
Aku
pandang sudut-sudut ruanganku yng di jadikan WC. Di sana ada setumpuk kotoran,
di sana lagi, bahkan gelas minumku tak luput dari amukan kotoran itu. Oh Tuhan......
aku cium bajuku, ah, bau! Sialan! Padahal aku tidak sedikitpun ikut memelihara
makhluk terkutuk itu. Yah, sepertinya pantas di sebut makhuk terkutuk, karena
konon Tuhan menciptakannya dari kencing Iblis. Dan benar-benar orang yang memeliharanya
seperti Iblis. Mereka tidak perduli bahwa ada makhluk lain yang memerlukan
udara segar. Mereka tidak memperdulikan larangan-larangan. Mereka gunakan
segala dalil untuk mengesahkan kelakuan mereka. Dari orang biasa, pelajar,
mahasiswa, dosen, santri bahkan kyai banyak yang memelihara benda itu dan
menyayanginya. Sehari mulut mereka tak menyesap nafas kotor dari benda itu,
seakan kepala mereka terasa pecah, mulut terasa kecut, pikiran buntu, dan
ide-ide cemerlang tidak lahir, itu kata mereka. Bagi yang paham akan khilafiyah
agama, maka mereka menggunakan pendapat dari ulama favoritnya untuk mengatakan
ini bisa berhukum sunah, bahkan bisa wajib, gila.....
Semua,
semua memeiharanya. Dari yang kaya maupun si miskin papa. Dari yang bertuliskan
“mild” sampai yang cukup dengan kulit jagung dengan merek “kelobot”. Semua
punya hukum sendiri. Dan aku serta orang sebangsaku, yang anti akan makhluk itu
selalu dan selalu jadi korban. Kamilah yang menghirup limbah mereka, yang di
cekoki nafas busuk, yang harus menikmati kotorannya. Sedang mereka dengan tanpa
risih dan tanpa perduli sedikitpun akan nafas kotor dan limbah-limbah yang
mereka sisakan di bawah meja dan di sudut ruangan kami. Mereka katakan ini
adalah hak asasi mereka. Lalu kami apa? Tidakkah kami berhak menghirup nafas
bebas, udara tanpa limbah dari nafas yang mereka keluarkan?
Di
sudut ruangan kantor, di pojok sekolah.....gila! Semua tempat jadi tempat
berkembang biak. Ingin kumaki pemeliharanya, eh....guruku sendiri, teman dekat
atau bahkan lebih dari itu. Aku, kami juga punya hak hidup dengan damai, tapi
mereka merasa dunia ini milik mereka sendiri. Mereka terus,terus dan terus
memelihara benda terkutuk itu. Menyayanginya dengan segala cara dan bentuk.
Padahala yang mereka sayangi itu sangat merugikan mereka sendiri. Di setiap
baju makhluk itu pasti tertera peringatan bahwa dia sangat berbahaya dan
merugikan. Tetapi semakin gencar kampanye anti benda itu di dengungkan, maka
semakin nikmat mereka menciumi dan menghisap makhluk bau itu. Gila!!!
Sinting!!!
Aku
heran, sangat heran, kenapa bukan mereka saja yang tersiksa dengan benda itu. Mengapa
justru kami yang harus tersiksa padahal mereka yang menikmatinya tidak apa-apa?
Kami yang terpapar dampaknya. Nafasku sering sesak, paru-paruku terjangkit
penyakit. Kenapa tidak mereka saja? Tapi ku sadari juga bahwa yang memberi
sakit dan penyakit bukan benda itu, tapi yang menciptakan segalanya termasuk
yang menciptakan pencipta benda terkutuk itu. Entah ada atau tidak ada mereka,
kalau sakit sakitlah aku.
Tapi benda yang mereka sayangi itu sungguh
menyiksaku, dan menambah adzabku saja. dan lihatlah pasangan dari makhluk itu.
Secangkir oli hitam pekat. Yang selalu di perlakukan sebagaimana halnya benda
itu untuk meninggalkan kotoran hitam yang akhirnya menjmur dan menimbulkan bau
tidak sedap. Lebih parah lagi para penjahat bangsat itu malah menjadikan sisa
oli yang di wadah sekalian sebagai tampungan kotoran makhluk itu.
Sungguh
pasangan yang serasi untuk orang-orang bodoh yang egois. Mereka selalu berpikir
bahwa tidak perlu menegur mereka karena ini haknya. Okelah kawan. Terserah
engkau terus menghisap benda bangsat itu, terserah kau. Kau bilang hukum benda
itu hanya makruh, sunah atau bahkan wajib, terserahmulah. Tapi tidakkah otak
bebalmu itu berpikir? Bahwa perbuatanmu itu telah menganiaya kami, golongan
yang terimbas ini? tidakkah itu suatu dosa Adami, dan kami tidak akan memaafkan
kalian, demi Tuhan. Tidakkah kalian sadar kejorokan kalian itulah yang menyebabkan
dosa? Kedhzaliman kalian dengan sesukannya membuang kotoran di gelas, di kolong
meja, di sisa “oli” itulah yang membuat kalian punya dosa terhadap sesama anak
manusia. Dan sekali lagi tidak sekalipun kami sudi memaafkan kecuali di tukar
dengan segunung amal kalian nanti di akhirat.
Buka
matamu! Buka telingamu! Buka hidungmu! Lihatlah kotoran yang kau tinggalkan.
Dengarkan olehmu batukku yang tidak berhenti sejak penyakit bersarang di
paru-paruku. Ciumi tubuhmu, bajumu, atau kalau perlu bulu kemaluanmu sekalian
bagaimana baunya dirimu dengan nafas benda itu.
Pakai
otakmu! Pakai naluri manusiamu! Pakai hatimu! Bagaimana nasib kami yang anti kepada
benda itu? Ingat!! Ingat!! Kami akan menuntutmu di hadapan Tuhan dan meminta
sebagian amal baik kalian untuk di tukar dengan amal buruk kami. Ingat itu!!
*__________________________________*